GALERY

Kamis, 10 Agustus 2017

Menghapus Pendidikan Mahal di Segala Tingkatan



Pendidikan merupakan salah satu aspek yang terpenting untuk memajukan bangsa Indonesia. Bagaimana suatu bangsa bisa maju, apabila tidak ditunjang oleh SDM (sumber daya manusia) yang baik. Di negara Indonesia sendiri, Sumber Daya Manusianya bisa dibilang masih kurang memadai untuk kemajuan bangsa Indonesia. Untuk menciptakan Sumber Daya Manusia yang memadai, tentunya harus diimbangi dengan adanya pendidikan yang baik. Namun, mengingat masyarakat Indonesia juga tidak sedikit yang ekonominya dibawah rata-rata sehingga banyak siswa yang putus sekolah, dan bahkan tidak dapat mengenyam pendidikan baik tingkat dasar, maupun menengah.
Pendidikan yang mahal dan tak terjangkau sama saja menghambat atau bahkan mematikan potensi anak Indonesia untuk berkembang atau mengasah kemampuannya dalam menjalani kehidupan (life skill). Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS), garis kemiskinan di Indonesia Pada Maret 2016, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 28,01 juta orang (10,86 persen), berkurang sebesar 0,50 juta orang dibandingkan dengan kondisi September 2015 yang sebesar 28,51 juta orang (11,13 persen). Oleh karena itu, pendidikan gratis sebagai saluran mobilitas sosial vertikal atau sosial elevator masyarakat sangat membantu kehidupan kaum yang berada di garis kemiskinan tersebut. (BPS, 2016)
Indonesia telah mengalami kemajuan di bidang pendidikan dasar dalam 20 tahun terakhir ini. Terbukti rasio bersih anak usia 7-12 tahun yang bersekolah mencapai 94 persen. Tapi Indonesia tetap belum berhasil memberikan jaminan hak atas pendidikan bagi semua anak. Apalagi, masih banyak masalah yang harus dihadapi, masalah tersebut antara lain: (UNNES, 2004)
-           Anak yang putus sekolah diperkirakan masih ada dua juta anak.
-           Kualifikasi guru yang masih kurang.
-           Metode pengajaran yang tidak efektif. Yaitu masih berorientasi kepada guru dan anak didik tidak diberi kesempatan memahami sendiri.
-           Manajemen sekolah yang buruk
-           Kurangnya keterlibatan masyarakat.
-           Kurangnya akses pengembangan dan pembelajaran usia dini bagi sebagian besar anak usia 3 sampai 6 tahun terutama anak-anak yang tinggal di pedalaman dan pedesaan.
-           Alokasi anggaran dari pemerintah daerah dan pusat yang tidak memadai.
-           Biaya pendidikan yang tinggi.
Dalam bidang pendidikan pemerintah Indonesia dibantu oleh UNICEF dan UNESCO melakukan kegiatan-kegiatan antara lain:
1.         Sistem Informasi Pendidikan Berbasis Masyarakat
            UNICEF mendukung langkah-langkah pemerintah Indonesia untuk meningkatkan akses pendidikan dasar melalui Sistem Informasi Pendidikan Berbasis Masyarakat. Sistem ini memungkinkan penelusuran semua anak usia di bawah 18 tahun yang tidak bersekolah.
2.         Program Wajib Belajar 9 tahun
            Dalam upayanya mencapai tujuan “Pendidikan untuk Semua” pada 2015, pemerintah Indonesia saat ini menekankan pelaksanaan program wajib belajar sembilan tahun bagi seluruh anak Indonesia usia 6 sampai 15 tahun. Dalam hal ini, UNICEF dan UNESCO memberi dukungan teknis dan dana.
3.Program Menciptakan Masyarakat Peduli Pendidikan Anak (CLCC).
Bersama dengan pemerintah daerah, masyarakat dan anak-anak di delapan propinsi di Indonesia, UNICEF mendukung program Menciptakan Masyarakat Peduli Pendidikan Anak (CLCC). Proyek ini berkembang pesat dari 1.326  sekolah pada 2004 menjadi 1.496 pada 2005. Kondisi ini membantu 45.454 guru dan menciptakan lingkungan belajar yang lebih menantang bagi sekitar 275.078 siswa.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan tersebut menjadi bukti bahwa sesungguhnya pemerintah telah memberikan perhatian khusus dibidang pendidikan. Namun, mungkin masih dinilai kurang maksimal dan merata. Mengingat negara Indonesia wilayahnya cukup luas dan penduduknya juga banyak sulit dimungkinkan dalamwaktu yang singkat pendidikan telah masuk ke daerah-daerah terpencil.
Pemerintah sudah berusaha semaksimal mungkin, sudah seharusnya kita menghargai usaha pemerintah. Selain itu, tidak ada salahnya untuk terus mengoreksi segala kebijakan-kebijakan maupun kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah di bidang pendidikan.
Pendidikan memang seharunya dapat ditempuh setiap orang, baik dari tingkat dasar, menengah, maupun tingkat perguruan tinggi. Dalam hal ini kami akan menyinggung mengenai pendidikan formal di Indonesia. Pendidikan formal di Indonesia memang seperti sudah menjadi ‘barang langka’ bagi sebagian besar rakyat Indonesia. Hal ini terbukti dengan banyaknya anak-anak yang berkeliaran di jalanan untuk mengemis dan tidak mempunyai rumah untuk tinggal, serta diikuti pula oleh masalah pengangguran yang tinggi. Permasalahan dalam negara Indonesia memang tampak pelik dan rumit, mulai dari masalah kemiskinan, minimnya ketersediaan lapangan pekerjaan, sampai ledakan penduduk. Namun demikian, kami akan mencoba untuk menelaah segala kerumitan masalah tersebut dari sudut pandang pendidikan saja. Maka dari itu, kami akan coba memberikan suatu perspektif mengenai pendidikan Indonesia dewasa ini.
Dari Sekolah Dasar (SD) sampai Perguruan Tinggi Negeri (PTN), pendidikan formal di Indonesia sebisa mungkin harus gratis. Mengapa kami langsung mengasumsikan demikian, dan apakah pendidikan untuk anak negeri bisa benar-benar gratis atau tanpa biaya materil? Kedengarannya seperti mustahil dengan adanya anggapan bahwa pemerintah belum siap atau akan membebani anggaran negara. Akan tetapi, secara logis negara bisa maju apabila dijalankan oleh rakyatnya yang cerdas. Lalu, apakah ini mungkin apabila pendidikan saja masih mahal sementara masyarakat Indonesia sebagian besar masih miskin? Tentu pendidikan gratis adalah alasan logis dan sangat mungkin untuk Indonesia, kalau hal ini diusahakan secara sungguh-sungguh dan mengesampingkan alasan-alasan seperti ketidaksiapan ataupun kekhawatiran akan membebani anggaran negara. Kita bisa lihat di Jerman, mereka memberlakukan pendidikan gratis dari tingkat pendidikan dasar sampai tingkat tinggi terhadap rakyatnya, dan hasilnya bisa kita lihat sendiri sekarang: Jerman menjadi salah satu negara termaju di dunia dengan ilmu pengetahuan dan teknologinya. Jadi ini bukan masalah siap atau tidak siap, tetapi mau atau tidak mau. Kemauanlah yang menjadi pendorong utama kemajuan, bukan kesiapan. Jika ada kemauan untuk menetapkan kebijakan pendidikan gratis untuk anak negeri, kapanpun waktunya, kesiapan untuk implementasinya tentu akan mengikuti. Dan sudah barang tentu respon masyarakat Indonesia yang mayoritas masih miskin adalah meningkatnya antusiasme mereka untuk memperoleh pendidikan, tentunya dibarengi oleh upaya sosialisasi pemerintah yang meyakinkan. Dalam hal ini, pemerintah sudah sewajarnya memberikan harapan positif tentang masa depan rakyatnya yang ingin belajar, bukan malah memberikan kekecewaan dengan sikap acuh tak acuh.
Secara umum dan dalam konteks Indonesia, terutama sekali pendidikan adalah bertujuan untuk mencetak manusia unggul (insan kamil). Manusia unggul adalah manusia yang memiliki kemampuan untuk melihat peran dan fungsinya di tengah-tengah masyarakat dengan modal ilmu pengetahuan (segi teknis) dan juga pengetahuan tentang nilai-nilai moral sosial (segi spiritual). Dengan terciptanya manusia unggul demikian, tak dapat terhindarkan bahwa suatu bangsa di dalamnya dipenuhi manusia-manusia yang siap berkontribusi demi masyarakat dan negaranya ke arah kemajuan yang positif. (Ningsih, Satria : 2012)
Setelah kita memperoleh pendidikan di dalam institusi formal, suatu realitas yang akan dihadapi selanjutnya ialah kita akan dilepas ke dalam lingkungan masyarakat yang kompleks, terdiri dari berbagai macam profesi/pekerjaan, dan saling membutuhkan satu sama lain. Nah, disinilah peran dan fungsi pendidikan harus terasa betul. Pendidikan memiliki peranan yang sangat besar dalam hal memajukan bangsa dan negara dalam berbagai bidang, di mana merujuk pada preambule UUD negara Indonesia tercantum bahwa salah satu sasaran ataupun fondasi untuk menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara yang baik ialah ‘mencerdaskan kehidupan bangsa’ atau ‘mencerdaskan seluruh rakyat tanpa kecuali’.
Peranan pendidikan formal menjadi penting karena di dalamnya terdapat fungsi-fungsi pendidikan yang efeknya akan dirasakan langsung oleh masyarakat. Orang-orang yang berpendidikan selalu diharapkan kehadirannya di masyarakat karena mereka memiliki keahlian di bidangnya masing-masing, disertai juga etika moral yang dimilikinya. Hal ini tak lepas dari hasil perkembangan kehidupan mereka yang mengenyam bangku sekolah dari tingkat rendah sampai tinggi. Dari tingkat Taman Kanak-Kanak sampai Sekolah Dasar, mereka diajarkan untuk mengenali kehidupan dengan belajar berhitung, membaca, menulis, kedisiplinan, serta kasih sayang antar sesama. Lalu, kemampuan mereka ditingkatkan lagi dalam Sekolah Menengah Pertama (SMP). Di bangku SMP, mereka mulai ‘diantar’ untuk memahami berbagai fenomena-fenomena ilmu pengetahuan, seperti Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), Bahasa dan Budaya, dan masih banyak lagi. Pada akhirya di tingkat Sekolah Menengah Atas, para siswa dituntut untuk dapat memfokuskan pada beberapa bidang ilmu saja.
Demi mencapai masyarakat Indonesia yang cerdas dan bermoral, maka tahapan-tahapan sekolah tersebut harus dienyam oleh semua anak Indonesia, tanpa terkecuali. Hak pendidikan merupakan hak dasar manusia yang harus terpenuhi, sebagaimana telah tercantum dalam salah satu pasal UUD ’45. Maka dari itu, pendidikan gratis adalah kebutuhan mendesak bagi negara agar dapat menjadi negara yang bermartabat dan berdaulat. Sebagai analogi, seperti halnya kita manusia apabila merasa lapar, maka kita membutuhkan makanan sebagai kebutuhan dasar agar dapat bertahan hidup atau tidak sakit. Sama halnya dengan negara, yang mana pendidikan menjadi salah satu kebutuhan dasar atau mendesak bagi negara, dan apabila kebutuhan dasar ini tak terpenuhi niscaya negara akan mengalami suatu kekacauan sosial di dalamnya seperti maraknya kejahatan dan kemiskinan. Dengan demikian, kebutuhan dasar tersebut mutlak dipenuhi, kalau tidak negara akan tidak bisa bertahan hidup atau akan sakit-sakitan
Ada beberapa cara untuk mengusahakan pendidikan gratis di Indonesia. Antara lain melalui jalur-jalur yang memungkinkan untuk diadakannya pendidikan gratis yakni:
1) Memaksimalkan dan APBN dan APBD yang ada (Jalur Primer)
2) Mencari donatur dari kaum kelas menengah-atas (Jalur Sekunder)
Jalur pertama adalah yang paling vital dan bisa dibilang ‘wajib hukumnya’ karena kalau tidak diamanatkan akan menyalahi Undang-Undang Dasar. Anggaran pendidikan kita sebesar 20% apabila bersih dan murni sampai ke tangan rakyat pasti akan memberikan efek yang sangat hebat bagi kesejahteraan masyarakat, seperti terbangunnya infrastuktur yang memadai, sehingga dapat membantu keberlangsungan suasana ajar-mengajar menjadi baik. Memang disayangkan, ada indikasi atau kecurigaan terdapat ‘penyunatan’ anggaran tersebut oleh para pejabat pemerintahan sendiri. Dikhawatirkan kecurigaan tersebut bukan pada tingkat oknum saja tapi sudah mencapai tingkat sistem atau institusi. Namun kecurigaan apapun yang timbul hendaknya perlu ditinjau secara objektif sehingga menghadirkan optimisme dan pikiran yang jernih untuk mencari solusi terbaik bagi pemecahan masalah tersebut. Korupsi yang marak terjadi di tubuh pemerintahan memang merupakan penghalang utama bagi majunya bangsa ini, khususnya dalam hal pendidikan.
Jalur kedua adalah alternatif dan patut diperhitungkan kehadirannya. Kaum kelas menengah Indonesia saat ini mencapai seperempat-sepertiga penduduk dan akan terus bertambah tiap tahunnya. Dengan demikian, kehadiran kaum kelas menengah menjadi suatu harapan bagi saudara-saudaranya yang di kelas bawah. Kepekaan sosial dan kedermawanan sosial ialah dibutuhkan di dalam masyarakat. Donasi kelas menegah pada realisasinya nanti akan ditransformasikan menjadi beasiswa. Dengan beasiswa tersebut, anak-anak yang kurang mampu secara materil dapat terbantu untuk dapat mengembangkan potensinya dan akhirnya dapat keluar dari lingkaran kemiskinan (poverty cycle) karena telah mendapat wawasan dalam pendidikan. Dengan berbekal skill dan wawasan yang memadai, akhirnya menunjang mereka untuk menciptakan lapangan kerja baru atau mampu bersaing dalam bursa lapangan kerja yang ada. (Kompasiana, 2015)

  Referensi:

https://sites.google.com/a/students.unnes.ac.id/pus/pendidikan-untuk-semua/pendidikan-untuk-semua-di-indonesia?tmpl=%2Fsystem%2Fapp%2Ftemplates%2Fprint%2F&showPrintDialog=1
https://www.bps.go.id/Brs/view/id/1229
http://www.kompasiana.com/adipermana1/pendidikan-untuk-semua_5500a3b6a33311d372511b25
https://satrianingsih.wordpress.com/2012/05/12/pendidikan-untuk-semua/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar